Saturday, October 25, 2014

"LADIES ONLY" Waxing Treatment at WAX Inc. Pantai Indah Kapuk



WAX Inc. merupakan salon yang menawarkan jasa waxing, massage, dan nail treatment mani-padi, dan sulam bagi konsumen-konsumen perempuan. “Ladies Only” salon ini bernuansakan pink dan terletak di Pantai Indah Kapusk, Rukan Cordoba Blok D No. 30. Secara geografisnya, WAX Inc. memang menepatkan dirinya di lokasi yang tepat, dengan golongan SES A yang mendominasi di Pantai Indah Kapuk, dan dari letak salonnya yang berada di ruko bagian dalam. Mungkin letak di dalam tersebut nampak kurang terlihat, namun hal tersebut sesuai dengan suasana apa yang ditawarkan oleh WAX Inc bagi konsumen-konsumennya yang disegmenkan khusus perempuan.
Range harga yang ditawarkan pun beragam, mulai dari produk-produk aksesoris seharga Rp 35.000 sampai Rp 450.000, kalau dari paketan yang paling mahal menjadi Rp 1.000.000, dan untuk sulam, harga termahalnya adalah Rp 2.500.000.
Menurut owner dari WAX Inc., Lenny Tandoko, hal tersebut memang menjadi diferensiasi dengan tempat-tempat serupa lainnya, Lenny menjelaskan kalau apa yang didesain sengaja untuk konsumen merasa tidak kaku, merasa dekat dengan para staff, selain itu dari segi servis yang ditawarkan, WAX Inc menyediakan Cold Wax yang lebih less pain. Lenny juga ingin kalau konsumen sudah berada di WAX Inc. dapat merasa nyaman, merasa ada di rumah sendiri, hal tersebut begitu ditekankan dengan ucapan-ucapan salam dari para staff dan panggilan ‘Non..’ yang diberikan kepada konsumennya.
Berbicara mengenai atraksi yang disediakan, sebenarnya tidak banyak yang di provide oleh WAX Inc. hanyalah musik, TV lengkap dengan DVD yang dapat di pilih, living room yang diset menjadi ruang tunggu, sofa nail treatment yang didekatkan dengan stop kontak agar memudahkan konsumennya mengcharge HP nya, dan ruangan yang didekorasi dengan bunga-bunga. Namun, dapat dilihat kalau hal tersebut begitu sesuai dengan konsumen perempuannya, tidak bising, nyaman, dan membuat betah untuk berlama-lama. Selain itu, dari segi marketing attrationnya, promo yang selama ini pernah berlangsung adalah antara lain promo discount GroupOn, promo membership dengan sistem deposit, dan promo stamp card. Promo stamp card ditujukan untuk payment sebesar Rp 100.000 untuk 1 cap dan terdapat treatment yang free bagi konsumen yang telah mencapai jumlah tertentu.
Dari segi visitors, Lenny mengakui keramaian WAX Inc. tidak hanya di weekend, kadang saat hari Senin pun ramai pengunjung, namun saat sudah diatas jam 18.00 biasanya sudah mulai sepi. Range usia pengunjungpun beragam, mulai dari remaja hingga yang sudah paruh baya, namun diakui Lenny, pengunjung remaja lebih mendominasi.
Tentunya komplain-komplain pasti ada, namun hal tersebut menjadi bahan pembelajaran dan perbaikan kedepannya agar konsumen tetap betah berada di WAX Inc. Selain itu, kunci keberhasilan dari WAX Inc. adalah resource yang dijaga, tidak adanya gap antara owner dan staff menjadi kunci keberhasilannya, karena menurut Lenny, apabila staff merasa senang, merasa nyaman, mereka akan menciptakan suasana yang nyaman juga bagi para konsumen, dan dapat melayani konsumen dengan senang hati.
Berdasarkan penuturan dari Lenny, apa yang ditawarkan oleh WAX Inc. adalah Home Based Leisure dimana terdapat relaxation, safety, convinience, social interaction and bonding, pleasure, privacy, comfort, dan tranquility.
Relaxation diberikan oleh WAX Inc. dari segi pelayanan yang available antara lain massage dan nail treatment. Safety, tranquility dan privacy diberikan dari segementasinya yang hanya dikhususkan bagi perempuan, letak waxing room yang tertutup berada di lantai 2 dan lokasi ruko yang tidak begitu terekspos jalan raya membuat konsumen wanita merasa aman dan private.
“Disini enaknya ladies only, jadi lebih privacy, apalagi diatas gitu khusus buat brazillian, banyak sih cowo yang nanyain tapi kita bilang gak bisa ini khusus cewe. Jadi kan lebih aman lah.”
Yang terpenuhi lagi adalah social interaction and bonding, terkadang Lenny sendiri menyapa konsumennya dengan memanggil nama agar merasa akrab, merasa dikenal, begitu juga dengan para staff yang ramah.
“Kalo kastemer dateng juga aku sebagai kasir suka ingetin nama kastemernya, mba-mbanya juga gitu  makasih ya non dateng lagi, mba-mbanya juga apal gitu.”
Comfort and convinience juga diciptakan tidak hanya kepada konsumen melalui ruang tunggu, ruang nail treatment, dan waxing room, tetapi juga kepada staff yang diciptakan no gap dengan owner. Selain itu, konsep Ladies Only juga diciptakan untuk menunjang aspek ini, karena menurut Lenny, jauh lebih membuat nyaman jika hanya konsumen perempuan yang berada di dalam salon.
“Kalo kamu liat tempat mani padi lain kan kaku-kaku, ada tempat duduknya sendiri-sendiri, trus isinya aja sendiri-sendiri, kalo ini konsepnya lebih homey sih, deket lah ke kastemer.”
Pleasure juga diberikan melalui dari service apa saja yang diberikan, massage, nail treatment ditujukan untuk pleasure, alat-alat nail treatment yang begitu memadai juga menunjang konsumen untuk mendapatkan hasil yang memuaskan hingga menciptakan pleasure.
Selain itu dari segi design, WAX Inc. yang bernuansakan pink, dengan living room sebagai ruang tunggu menjadikan dirinya sebagai rumah bagi para perempuan. WAX Inc. juga memberikan konsumennya keleluasaan untuk menonton DVD, mendengarkan musik, bahkan bermain-main dengan gadgetnya sendiri layaknya seperti di rumah. Division of space juga diset begitu private, di nail room hanya terdapat 3 sofa saja, dan di lantai 2 waxing room dipisah-pisah dengan menciptakan kenyamanan yang private.
Visitor sendiri merasa nyaman dengan WAX Inc. dan yang menjadi attraction experiencenya, yang dirasakan oleh visitor untuk datang ke WAX Inc. adalah dari segi social dan pshychological. Segi sosial dirasakan karena desain WAX Inc. yang visitor welcome, staffnya yang ramah, ambiencenya yang santai dan nyaman, dan juga crowding level. WAX Inc. sendiri tidak menyediakan kursi ataupun room yang banyak, sehingga konsumen juga dapat merasa nyaman, tidak ramai dan sesak. Psychological yang membuat konsumen datang juga dari segi pleasure derived.
Namun berdasarkan blueprint dari WAX Inc. terdapat titik kritis pada saat konsumen menunggu untuk dilayani, walaupun tidak terasa lama tetapi sebagai home based leisure, dapat menciptakan suasana uncertainty, ‘kapan dilayaninya ya?’ dapat ada benak seperti itu pada konsumen. Selain itu pada pemilihan warna kutek saat manicure, juga menjadi titik kritis, terdapat lead time dimana staff menjadi menunggu konsumen untuk memilih warna, sehingga apabila ada pengunjung yang menunggu akan lebih lama lagi menunggunya.
Menurut pengunjung sendiri, WAX Inc. sudah dirasakan nyaman dan homey, keramahan para staff pun memang benar-benar dirasakan oleh pengunjung. Terutama dengan panggilan ‘Non’ yang diberikan itu. Dari segi harga pun dirasakan worth to buy karena pengunjung juga menyadari kalau kualitas dari bahan-bahan yang diberikan itu tidak murahan atau asal-asalan.
Saat berbicara mengenai experience pun, pengunjung merasa tidak ada bad thing pada WAX Inc. karena memang benar-benar dirasakannya fun, dirasakan seperti rumah sendiri, merasa setiap treatment yang didapatkan, dilakukannya di rumah. Selain itu karena kepuasan yang didapatkan oleh pengunjung, pengalamannya dirasakan memorable, dimana kepuasan itu sendiri yang dirasakan memorable sehingga ingin diulang kembali dengan datang kembali ke WAX Inc.

Rekomendasi untuk WAX Inc. adalah mempertahankan kualitas pelayanan dan produk-produk yang ditawarkan, terlebih lagi ambience yang sudah terbangun dengan baik dan dapat dirasakan oleh pengunjungnya. Namun, akan lebih baik lagi jika WAX Inc. dapat menambah varian servicenya sehingga dapat membuat konsumen-konsumen yang sudah loyalnya dapat terjaga.

Spesialisasi Bakmi Karet - Bakmie Aloy


Leisure place selanjutnya adalah Bakmi Aloy yang terletak di Ruko Citra 2 Blok H 2 no. 6, Jakarta Barat. Restoran yang memiliki opening time dari pukul 06.00 sampai 21.00 ini menawarkan bakmi karet sebagai menu andalannya, selain itu juga menawarkan kwetiaw, nasi tim, nasi hainam, bubur ayam , bihun, dan yang terbarunya adalah steamboat.  Range harga makanan yang ditawarkan mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 33.000 per porsinya, sedangkan minuman dimulai dari harga Rp 2000 sampai Rp 8000.
Yang membedakan dan menjadi daya tarik bakmi Aloy dengan yang lainnya adalah cita rasanya, ayamnya yang digunakan merupakan ayam rebus, selain itu konsumen juga dapat memesan ayam yang digunakan untuk pelengkap bakminya adalah daging dari bagian apa.
Untuk mendukung kelancaran bisnisnya, bakmi Aloy memberikan promosi-promosi seperti saat grand opening cabang baru, dan saat mengeluarkan varian steamboat dalam menunya. Biasanya promosi yang diberikan adalah dalam bentuk discount.
Diakui oleh Yola sebagai owner, restaurannya ramai pada saat weekend dibandingkan dengan weekdays dan didominasi oleh kalangan yang beragam mulai dari remaja hingga keluarga. Berbicara mengenai pengunjung, Yola mengakui  pernah adanya komplain dari pengunjung, namun diakuinya juga kalau setiap komplain memang berasal dari kelalaian para staff dan dapat menjadi perbaikan untuk kedepannya.
Yola sendiri mengharapkan konsumen dapat merasa nyaman saat menikmati makanannya  dengan berada di dalam restaurannya yang kini sudah berada di ruko. Yola sempat bercerita kalau bakmi Aloy ini memulai dari kaki lima, karena dianggapnya lokasi kaki lima yang panas, tidak nyaman bagi konsumen, maka sekarang Yola menempatkan Bakmi Aloy di ruko demi kenyamanan konsumennya. Kenyamanannya ditunjang dengan air conditioner yang dipasang setiap saat.
Bagi Yola, kunci keberhasilan dari Bakmi Aloy sendiri adalah dengan menjaga kualitas, tetap memberikan yang terbaik kepada konsumen-konsumennya, agar setiap konsumen yang datang dapat mendapatkan cita rasa yang tinggi, bahkan diharapkannya lagi hingga konsumen dapat merekomendasikan Bakmi Aloy ke rekan-rekannya.
Sehingga dapat dikatakan kalau pengunjung yang datang ke bakmi Aloy dikarenakan personal factors dimana experience and knowledge yang pernah didapatkan entah pernah berkunjung sebelumnya (repeat buying) atau direkomendasikan oleh rekan-rekannya. Selain itu pleasure derived juga membuat pengunjung datang, karena cita rasa yang diipertahankan oleh Bakmi Aloy itu sendiri.
Bagi pengunjung, bakmi Aloy sendiri memang diakui memiliki ciri khas tersendiri dalam cita rasa yang menggunakan ayam rebus tersebut, dari segi suasanapun dirasakan nyaman, karena tidak berpanas-panasan. Bagi konsumen juga merupakan suatu kelebihan karena Bakmi Aloy sendiri menyediakan steamboat, bagi pengunjung yang sering datang, steamboat tersebut menjadi varian yang menarik, dikala dirinya sedang bosan untuk menyantap mie, bihun, atau kwetiaw.
Keramahan staff pun dirasakan cukup ramah dan dapat melayani dengan baik, namun keramahan yang paling dirasakan adalah dari si owner itu sendiri, karena dapat mengingat nama para langganan restaurannya.
Dari segi harga yang ditawarkanpun dirasakan bersahabat bagi pengunjung, harganya murah dengan kualitas rasa dan bahan makanan yang  terjaga.
Sehingga secara total, pengunjung dari Bakmi Aloy merasa memiliki culinary experience yang menyenangkan, rasa bakmie yang enak kadang diidentikan dengan tempatnya yang kurang nyaman, namun di Bakmie Aloy, rasa makanan yang enak tetap dapat dinikmati dengan suasana yang nyaman, bahkan menu yang ada pun dirasakan variatif.
Harga dari makanan yang ditawarkan pun dirasakan sangat terjangkau dengan kualitas makanan yang diberikan oleh Bakmie Aloy. Konsumen juga merasa adanya kebersihan yang terjaga, lantainya bersih, mejanya juga bersih, udaranya sejuk, sehingga konsumen juga merasa nyaman dengan tempat Bakmie Aloy itu sendiri.
Bagi pengunjung hal yang memorable dari Bakmie Aloy adalah rasa dari makanannya yang enak dan berbeda dengan bakmi lainnya, hal ini juga yang menjadi faktor utama pengunjung datang lagi, untuk menikmati makanannya.

Namun berdasarkan blueprint dari Bakmie Aloy sendiri, terdapat titik kritis pada saat setelah pengunjung memesan makanan, karena baru setelah itu bahan makanan diambil, apabila bahan makanan yang dibutuhkan ternyata habis, maka pengunjung dapat merasa kecewa bahkan sungkan untuk kembali lagi ke Bakmie Aloy, sebaiknya dilakukan pengecekan terlebih dahulu untuk menghindari hal tersebut.  Saat menunggu makanan juga menjadi titik kritis, karena tidak adanya attractions seperti TV ataupun musik. 

Real Taste of Taiwanese Dessert at Snowbowl Pantai Indah Kapuk


Snowbowl merupakan salah satu Taiwanese Dessert yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk yang menawarkan beragam hidangan penutup dan Taiwanese snack. Secara geografisnya, Snowbowl terletak di daerah yang memiliki persaingan tinggi namun lokasi Snowbowl berada pada lokasi yang kurang familiar bagi penikmat kuliner di Pantai Indah Kapuk karena berada di luar kawasan kuliner Pantai Indah Kapuk pada umumnya. Snowbowl sendiri memiliki opening time mulai dari pukul 10.00 sampai 00.00 pada weekdays dan sampai pukul 01.00 pada weekend.
Yang ditawarkan oleh Snowbowl kepada konsumennya adalah dessert-dessert Taiwan dengan snow ice, snack-snack seperti chicken popcorn, french fries, mocha, minuman-minuman Taiwan, main course, dan lain-lainnya. Snow ice sendiri menjadi diferensiasi utama dari Snowbowl dengan competitor-kompetitor lainnya, snow ice yang disediakan oleh Snowbowl adalah yang sudah memiliki rasa seperti mango, green tea, soya, grass jelly, taro, coklat, plum, dan pinapple.

Kalau yang lain cuma es serut hanya dikasih flavor aja, kalau disini snow ice dibikin khusus dengan mesin khusus, kalau original dessert Taiwan ya ini, cuma disini ya mereka ga tau cara bikinnya dan mesinnya ga ada disini.
Range harga yang ditawarkanpun beragam mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 45.000,-. Konsumen dari Snowbowl sendiri diakui beragam, mulai dari remaja hingga keluarga, dan weekend menjadi masa dimana konsumen ramai berdatangan.
“Ya namanya bisnis restoran dimanapun, weekend pasti lebih rame karena customer lebih banyak waktu.”
Marketing Attraction dari Snowbowl yang selama ini pernah dijalankan adalah antara lain, promo cash back, launching varian baru, dan diskon-diskon pada beberapa snack seperti mochi. Marketing Attraction tersebut diletakan diatas meja untuk dapat dilihat-lihat oleh konsumen yang datang.
Menurut owner, layout dari Snowbowl menjadi daya tarik utama, interior dan eksterior yang didominasi warna putih dan beberapa dekorasi ruangan. Selain itu beberapa fasilitas yang tersedia dianggap sebagai daya tarik bagi customernya, yaitu WiFi, ruang karaoke, cable TV, dan meeting room.
Dari interior ya, kita bikin lebih unik ya ada snowy snowynya, membuat orang tertarik dari eksterior dan interior ya. Selain itu kita juga ada banyak fasilitas, wifi, karaoke juga bisa.

Dari desain layout, interior, dan eksterior dari Snowbowl, owner berharap kalau konsumen yang masuk ke dalam kafe merasa nyaman dan menikmati rasa dari setiap varian yang disediakan. Karena memang yang selama ini dirasakan menjadi kunci kesuksesan dari Snowbowl adalah menjaga standard taste dari makanan, kemampuan berinovasi yang terus menerus untuk tetap dapat bersaing dengan kompetitor.
“Perilaku konsumen kan berubah, menu-menu baru sepeti cocopanda, strawberry delight, itu juga diliat dari perkembangan yang ada.”

Berdasarkan factors affecting the supply of leisure, Snowbowl memiliki faktor dari fashions and trends, dan leisure behavior of population. Dimana, Snowbowl mengikuti trend yang sedang berkembang dalam  sektor F&B, khususnya dessert, selain itu leisure behavior of population yang senang mencari tempat-tempat yang baru membuat Snowbowl dapat memenuhi demand akan suatu hal yang baru. Hal itu juga mempengaruhi berjalannya Snowbowl, yakni membuat inovasi-inovasi yang baru dalam menunya.
Namun apabila dilihat dari segi visitor, yang menjadi attraction mereka datang ke Snowbowl adalah dari site specific factor, yakni availibility of visitor service, dimana hanya karena Snowbowl tidak seramai tempat dessert lainnya di Pantai Indah Kapuk dan juga crowding level yang rendah,
sehingga calon konsumen tidak perlu waiting list.
Berdasarkan analisa bluprint, titik kritis dari Snowbowl adalah pada saat pengunjung harus menunggu pesanannya datang. Attractions pada Snowbowl kurang terlibat dalam customer actions sehingga dapat menyebabkan kebosanan apabila pengunjung datang sendirian. Meja bar yang diharapkan dapat menjadi attraction, ternyata tidak dapat menjadi attraction karena tidak dapat terlihat oleh pengunjung. Karena bentuknya yang kurang sesuai dengan harapan dari pengunjung.
Selain itu, titik kritis juga berada pada saat konsumen menikmati pesanannya, rasanya yang kurang memuaskan sehingga konsumen akan merasa kecewa dan tidak akan kembali lagi untuk mencoba varian-varian Snowbowl lainnya.
Dari segi lokasi juga menjadi evaluasi bagi Snowbowl, mayoritas pengunjung Pantai Indah Kapuk, terpusat pada daerah yang sudah umum menjadi pusat kuliner atau hangout di Pantai Indah Kapuk. Selain itu, pengunjung juga merasa Snowbowl tidak memiliki selling point yang otentik, karena  bagi pengunjung, mereka belum merasa apa yang menjadi diferensiasi dari Snowbowl, pengunjung masih menganggap Snowbowl mengikuti dessert-dessert lainnya, tetapi tidak memberikan hal yang lebih baik dari kompetitornya.
Secara experience, pengunjung merasa secara total experience yang didapatkannya biasa saja, tidak merasa fun ataupun annoying. Pengunjung yang diwawancara bahkan bercerita dirinya pernah mengalami kejadian dimana ada pengunjung lainnya yang bermasalah dengan waiter/waitress sehingga menganggu suasana.  Fasilitas yang dianggap lengkap pun dirasakan kurang oleh pengunjung, karena pengunjung ini pernah menempati meja yang tidak terdapat stop contact.

Rekomendasi untuk Snowbowl adalah, lebih mendesain fasilitasnya sesuai dengan apa yang konsumen inginkan, dan apa yang menjadi diferensiasi dari Snowbowl dikomunikasikan kepada target marketnya, sehingga konsumen datang ke Snowbowl tidak hanya karena ‘no waiting list’ nya saja, tetapi karena ingin merasakan diferensiasinya. Inovasi-inovasi yang ada memang baik adanya, namun lebih baik kalau Snowbowl membuat satu atau dua yang memang menjadi signature nya, hal itu mempermudah pengunjung menentukan pilihan dan dapat menjadi daya tarik juga. 

Monday, September 29, 2014

JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 8: TIFFANY EASTERIA KETAREN

Nama          :Tiffany Easteria Ketaren
Usia            :21 tahun
Status         :Belum menikah
Domisili      :Jakarta Selatan
Pekerjaan   :Mahasiswi & Intern




Tiffany Easteria Ketaren, 21 tahun, sebagai mahasiswi Fakultas Psikologi Atma Jaya yang juga sekaligus magang di bagian HR RCTI, bagaimana Tiffany menikmati waktu luangnya yang hanya ada pada weekend?

Tiffany sendiri mengungkapkan kalau kegiatan favoritnya adalah membaca dan nonton series Korea. “Karena, satu, kalo baca aku emang suka baca, kalo nonton semacam guilty pleasure sih, kalo ini menikmati waktu sengang aku dengan nonton, kesannya relaxing gitu sih.” Kadang kegiatan menonton series Korea dilakoninya hingga sampai pagi, namun kini ia lebih membatasi waktunya menonton.

Berbicara kegiatan yang tidak disukai dalam waktu luangnya adalah, “Aku lebih sebel kalo aku tengah-tengah punya me time, tiba-tiba ada aja gitu kerjaan, misalnya kerjaan aku di feedback trus harus dibuat saat itu juga dengan deadline besok ato lusa gitu, nah aku gak suka kalo aku lagi nonton trus di interupt sama suatu apapun.. disuruh mandi aja kadang aku kesel  gitu kalo misalnya aku lg ngelakuin hal yang aku suka.”

Mengenai tempat-tempat favorit, Tiffany menyukai PIM dan Gancy di Jakarta Selatan. Sedangkan current favorite place baginya adalah Mini Stop Convinient Store. “Karena temenku bilang makanannya enak, onigirinya, dia kan punya curry rice, sama pop corn chicken gitu, dia juga punya es krim-es krim korea jepang gitu kan, harganya juga reasonable, karena surroundingsnya juga neat gitu.” Kalau Jakarta Pusat, Tiffany menyukai Grand Indonesia karena selain dekat dengan Kampus, bisa nonton di Blitz, beberapa restorannya juga menjadi favoritnya, Plaza Semanggi juga dikunjunginya saat ingin bepergian dengan jarak tak jauh dari kampus. Blitz menjadi cinema pilihan Tiffany karena, “Tergantung moviesnya, tapi kebanyakan beberapa film indie, film festival luar negeri yang gak masuk ke cinema XXI.” Khusus restoran, Tiffany menyukai yang berada diluar mall, seperti Toodz House, Mamarossi, dan Pepenero. Tiffany sendiri mengakui kalau di dalam mall ia hanya mengkhususkan untuk nonton dan makan, bukan untuk berjalan-jalan, selain itu kadang seusai nonton, ia lebih memilih untuk mencari makan di luar mall.

“Aku juga suka di Metropol, kan baru direnov, jadi bangunannya oldies twenties gitu, disebelahnya ada Starbucks, pempek Megaria, aku suka makan disitu karena Ibu aku suka makan disitu.” Tambahnya saat berbicara mengenai tempat favorit di Jakarta Pusat. Selain itu, Ochabella juga menjadi tempat favoritnya, “Sekarang bisnisnya di F&B mereka gak cuma jual quality of foodnya aja, tapi ngejual surroundingsnya, ngejual experiencenya, di Ochabella aku suka aja gitu surroundingsnya, musiknya, ya emang makanannya enak juga sih.” Di Jakarta Utara, PIK menjadi pilihan lokasinya, Ikkudo Ichi, Sumboo, dan Shirokuma. “Kadang beberapa restoran aku suka karena either makanannya enak plus suasananya enak, atau emang ya jual konsepnya aja gitu.”
Seperti yang diketahui beberapa tempat di PIK, waiting list menjadi kata yang tak asing lagi, Tiffany juga merasa hal itu kurang membuat dirinya nyaman, “Apalagi kalo dibilang ya cuma sampe jam 7 ya, ya yaudah, makanya aku gak suka makan ditempat yang mainstream lagi, lo sebagai consumer harus consider orang lain lagi.”

Bagi Tiffany, dirinya mengkategorikan beberapa tempat favoritnya, ada yang memang untuk makan , menikmati konsepnya, atau untuk nongkrong-nongkrong saja. “Sushi Tei kan buat makan tuh, gak mungkin kan bikin tugas di Sushi Tei, Loobie Lobster tuh buat makan, Ikkudo juga buat makan sih karena rame, Pepenero masih bisa, nah kebetulan Pepenero Pondok Indah agak lenggang kan tuh jadi masih bisa berlama-lama disitu.” Dan untuk tempat yang dekorasi, “Aku suka banget Mama Rossi, homey aja gitu, interiornya bagus, jadi sebenernya itu rumah, dia buat restoran gitu, jadi emang homey banget gitu.” Nah, tempat-tempat yang bagus seperti ini biasanya diupload ke sosial media, Path, namun yang lebih sering diuploadnya adalah makananya karena memang tujuan utama ke restoran adalah untuk makanan.

Dari semua tempat yang sudah disebutkan tadi, Mama Rossi menjadi tempat yang paling disukainya, “Surroundingsnya, gak terlalu rame, trus Italian Food, mereka menyediakan tempatnya emang buat lo ngobrol lama sama temen-temen lo sih.”

Menurut Tiffany Mama Rossi juga menjadi tempat yang memorable karena saking seringnya pergi kesana, “Yang paling suka sih pas pergi sama cowo gw, trus kan dia ada bagian rooftopnya gitu, trus langsung liat langit, banyak bintang gitu kan, trus kebetulan lagi live music akustiknya enak banget, pas banget lagi makan, di surroundingsnya ada kokinya ada anaknya ada cucunya, anaknya nari-nari gitu, ya enak aja surroundingsnya, makanya gw suka di Mama Rossi.”

Beralih ke kejadian yang buruk, menurutnya Portico di Senayan City memberikan pengalaman buruk bagi Tiffany, “Pernah kedua kalinya pergi sama nyokap gue, makanannya telat satu jam, nyokap gw marah-marah, trus dikeluarin juga pas bareng sama dessert, ya kali makan dua gitu. Trus yang ketiga, ya tipikal anak kampus gitu kan, pake jeans kaos, nah pas banget kita bedua pake ransel, pas masuk gak ditawarin mau duduk dimana, gw dikasih tempat yang cukup kecil gitu, trus keasikan ngobrol 30 menit makanannya gak dateng, trus sampe 1 jam gak dateng juga,.. akhirnya aku bilang, mas jangan karena saya pake ransel, bukan pakaian kantoran, jangan treat saya kaya begini.” Menurutnya, perilaku seperti itu mengesankan mengkotak-kotakan customer dan ia mengharapkan hal itu tidak terjadi dimanapun dan kepada siapapun.

Secara intensitas, Tiffany paling sering spend waktu luang bersama teman-teman dan pacar. Karena keluarga memiliki kesibukan masing-masing dan kegiatan Tiffany nya juga sibuk. Bersama Ibunya biasanya Tiffany lebih banyak jalan-jalan, makan, belanja baju, dan refleksi, “Lusa lalu gw baru refleksi sama nyokap sih.” Menurut Tiffany, jalan-jalan komplit lebih sering dilakukannya saat bersama keluarga.

“Karena nyokap gw bukan tipe yang makan trus ngobrol chitchat gitu, nyokap gw tuh lebih jalan-jalan orangnya, shopping itu, ya media spend time gw ya shopping gitu sama dia, mama mau liat baju nih mau liat tas ini nih.” Menjadi alasan Tiffany mengapa mall lebih sering dikunjungi bersama Ibunya.

Tiffany juga terkadang mengunjungi tempat-tempat yang dikunjungi bersama teman-temannya, dengan Ibunya. Namun, ia merasakan suasanya menjadi berbeda, “Kaya kemaren gw ke Toodz House nih, kalo sama nyokap gw ya buat makan aja, gak memanfaatkan surroundings, gak buat ngobrol, kalo sama nyokap literally buat makan, ada ngobrolnya tapi gak banyak intensitasnya.”
Menurutnya tempat yang enak untuk mengisi waktu luang adalah, tempat yang suasanya seperti di rumah, fasilitasnya seperti Wifi, ruangan smoking non smoking, dan kualitas yang dijualnya. “Karena kalo aku sih yang buat aku tertarik buat dateng terus secara continue adalah tempat yang bikin aku nyaman disitu.”

Berbicara tempat selain mall dan kafe, museum juga pernah dikunjunginya, galeri-galeri juga dikunjunginya di Jakarta. Namun, museum dirasakannya hanya bisa untuk sightseeing saja di Jakarta, berbeda dengan yang ada di luar negeri, “Bukan yang misalnya ada kafenya, ada tempat duduk-duduknya, gak ada.”
Kembali ke topik waktu luang itu sendiri,

“Di mana kita bisa menghabiskan waktu kita dalam periode waktu tersebut, melakukan hal-hal yang kita suka, di luar kerjaan,…sesuatu yang bikin relax juga.”  Menjadi definisi Tiffany mengenai waktu luang. Namun, jalanan Jakarta dirasakan kurang mendukung waktu luangnya, bahkan dirasakan dapat menghilangkan mood saat sudah sampai ke tempat tujuan mengisi waktu luangnya. Sebagai penduduk Jakarta, bukan hal yang asing jika jalanan Jakarta menjadi tempat yang tidak disukainya, “Jalanan macet, jadi menurunkan hasrat gw untuk pergi tuh, biasanya mencari jam yang kosong, tapi kalo udah macet banget, depan rumah aja udah macet, udah biasanya di rumah aja.”

Sebagai generasi millenial, Instagram, Twitter, Facebook, dan Path dapat dikatakan akrab dalam kehidupan Tiffany sehari-hari. Namun, Twitter dan Facebook dirasakan kalau fungsinya sudah digantikan oleh Path, sehingga aktifitas sosial media dianggap lebih aktif dalam Path. Aktifitas dalam Path biasanya adalah untuk post listening to, namun ia juga suka untuk post-post gambar, “Hmm, kalo post foto sih orang attract sama fotonya, kalo yang love ato like banyak ya which means banyak yang suka sama foto atau lagunya.”


Sebagai penutup, Tiffany merasa sudah banyak restoran yang membuat dirinya bingung, “Aku sekarang lagi jenuh-jenuhnya sih liat restoran, lebih kreatif aja sih bikin destinasi tujuan, taman kota kek, drive-in theater kek, museum pun juga menyenangkan kok kalo dikemas dengan baik, … aku lebih ekspek kesana sih, sebenernya aku pengen ke galeri-galeri sih, tapi cuma sedikit di Jakarta. Kaya gitu-gitu yang dibanyakin, supaya masyarakat gak cuma ke mall ato kafe-kafe aja sih.” 

JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 7: GRATIA HENDRA GUNAWAN

Nama      :Gratia Hendra Gunawan
Usia        :21 tahun
Status     :Belum menikah
Domisili  :Jakarta Selatan
Pekerjaan:Mahasiswi



Gratia Hendra Gunawan, 21 tahun, mahasiswi DKV ini mengartikan waktu luang sebagai saat-saat tidak tugas. Bagaimana dirinya menggunakan waktu luang?

Dalam seminggu diakuinya dirinya memiliki 3 hari waktu luang dalam weekdays, biasanya Gratia mengisi hari-harinya dengan nongkrong, di kamar streaming youtube, dan jalan-jalan untuk makan. Destinasi yang dipilih juga tidak hanya di sekitaran Jakarta Selatan tetapi ke beberapa wilayah Jakarta lainnya. Diakuinya bepergian jauh dilakoninya kalau sedang bersama teman-temannya, “Kalo lagi rame-rame sama temen-temen, biar asik aja, ngobrol bareng ngerumpi bareng.”

Namun, Gratia mengakui waktu luang lebih banyak diisi bersama pacarnya, “Karena kebetulan kita berdua sama-sama ngekos, waktu luangnya jadi lebih banyak, jadi kalau mau jalan kemana ya jalan aja.” Mall menjadi tujuan utama bersama pacarnya, karena dirasakannya bisa melakukan apapun disana, “Jalan-jalan bisa, liat-liat aja juga bisa.” Tetapi diakuinya, terkadang mall juga membuatnya bosan, sehingga kafe lah yang menjadi destinasi alternatif bagi Gratia. “Terus terang sih bosen, jadi kalo udah bosen gitu cari suasana kaya ke kafe, bar, atau cari tempat yang belum pernah di datengin.”
Kafe-kafe yang seringkali dipilih untuk dikunjungi adalah Dim Sum, Inc, Beer Garden, Bakmi GM, dan Pizza e Birra. Tempat-tempat itu menjadi pilihan karena, “Kalau Dim Sum, Inc itu 24 jam, Beer Garden juga sampe malem, dan kebetulan dekat kampus, Pizza e Birra juga ada di CP, ya biasa gitu sih karena aksesnya deket ato buka 24 jam.”

Mengenai tempat-tempat di Jakarta, Gratia mengakui sudah banyak mengunjungi tempat-tempat Jakarta. Di Jakarta Pusat, Gratia sudah sering mengunjungi PX, Plaza Indonesia, GI, dan Beer Garden. Di Jakarta Utara biasanya ia mengunjungi PIK dan Kelapa Gading, namun ia lebih memilih Kelapa Gading karena akses yang lebih dirasakan mudah diakses oleh motor. Jakarta Timur biasanya hanya dilewati, dan Jakarta Barat biasanya ia ke CP, CL, dan TA. Khusus Jakarta Selatan, Gratia sering mengunjungi PIM dan PP.

Berbicara mengenai tempat yang memorable, PIM menjadi tempat yang memorable bagi Gratia, “PIM sih, tempat jalan dari kecil sampe sekarang situ-situ aja.” Ia juga menambahkan, Plaza Senayan menjadi tempat memorable karena high heels nya yang lepas, “Sebenernya ke PS buru-buru, dandan dandan cantik trus sol sepatunya lepas, kebetulan sih karena awkard banget sih yaudah pede jaya aja gitu.” Memorable yang menyenangkan bagi Gratia adalah saat di Grand Indonesia karena itu merupakan tempat dirinya jadian dengan pacarnya.

Sebagai penduduk yang berhilir mudik di Jakarta, jalanan Jakarta dirasakan mempengaruhi mood saat sudah sampai di suatu tempat untuk mengisi waktu luang, “Sebenernya ngaruh tuh, kaya mau nonton, mau ngincer kira-kira jam 2 tapi karena jalanan macet, jadi hectic buru-buru jadinya sampe mall buru-buru pas antri tiket udah abis, gitu sih keselnya.” Namun, transportasi umum tidak dirasakan begitu layak untuk menjadi alternatif kendaraan di jalan, karena kemacetan masih tetap dirasakan dirinya.

Berbicara mengenai waktu luang bersama keluarga, biasanya ke mall bersama keluarga hanya untuk makan-makan dan kebanyakan mengisi waktu luang di rumah. Sebagai anak kos, saat kembali ke rumah waktu luang diisinya dengan, “Ngobrol dengan orang tua, ya ngaso-ngaso aja sih, ya paling kalau bisa jalan bareng ya jalan bareng.”

Dari sekian banyak tempat di Jakarta, Gratia mengakui kalau dirinya kurang menyukai Citraland, “Karena mallnya besar, bentuknya muter gitu jadi ga enak aja gitu, penataan toko-tokonya ga enak, sama parkirnya juga kurang enak.” Bagi Gratia mall yang enak adalah, “Space buat jalannya agak lebar, mungkin denah antar toko, kalo misalnya di blok-blokin lebih enak lebih tertata aja sih. Misalnya satu lantai buat sepatu ya enak aja.” Maka bagi Gratia, Kota Kasablanca menjadi mall yang pas dengan kriteria dirinya, karena dirasakannya lengkap, “Soal buat belanja brand-brandnya lengkap, penempatan store-storenya tuh enak.”

Destinasi selain mall, museum menjadi tempat yang pernah dikunjunginya, ia juga menyebutkan banyak nama-nama museum. “Ah, ke museum basicly emang karena tugas, tapi buat jalan-jalan pernah sih ke situ, biasanya sih gw yang ngajak.” Museum juga menjadi salah satu destinasi dalam rangka mencari suasana baru, namun dirasakannya ada beberapa yang belum pantas untuk menjadi tempat mengisi luang. “Seharusnya lebih direnov aja sih, supaya keliatan aja lebih enak sih. Kaya Museum Bahari karena bangunannya udah tua jadi keliatan kusem aja sih, sama kurang terawat museumnya.”

Sebagai mahasiswi jurusan Desain dengan tugas yang banyak, waktu Spare Time diantara jadwal kampus menjadi salah satu kesempatan dirinya menikmati waktu luang, “Biasanya ya kebanyakan sih ngobrol sampe bego aja sih di kampus, atau cari-cari tempat gitu yang cocok.” Tetapi juga kadang Gratia mengisinya dengan hanya stay di kampus, “Karena udah stuck aja mau kemana, jadi kita bilang bosen, ya itu sebenernya itu waktu luang sih.”

Waktu luang colongan juga kadang ia gunakan, “Waktu itu sih ada kelas trus gue malah cabut ke mall, rame-rame.” Pelajaran yang membosankan, bahasan yang sama seperti minggu kemarin menjadi trigger bagi Gratia untuk menjadikan waktu-waktu tersebut menjadi waktu luang colongan.

“Basicnya gw anak tunggal, jadi lebih suka rame-rame.” Hal itu menjadi alasan mengapa dirinya lebih suka mengisi waktu luang bersama teman-temannya. Selain itu, jurusan DKV yang dipilihnya juga menjadi faktor pemilihan aktifitas di waktu luang, “Karena gw anak DKV nih ada kerjaan, lagi niat lagi sempet, gambar rame-rame bikin karya.”

Dalam penggunaan sosial media, Gratia mengakui mengaktifkan semua sosial medianya, saat dirinya sedang bosan ia biasnya membuka Instagram, Facebook, dan Path. Sedangkan Twitter ia sudah mulai tinggalkan karena teman-temannya juga sudah meninggalkan sosial media itu. Path sendiri digunakan untuk, “Kepoin temen ya hahaha, ngepost juga lagi dengerin apa.”

Menurut Gratia tempat-tempat yang asik untuk di share, misalnya kantor magangnya, tempat yang pertama kali didatangi. Melalui check-in tempat ini, diakui Gratia tidak begitu mempengaruhi dirinya dalam memilih suasana baru dan berbeda. Diakuinya, suasana berbeda yang dicari oleh Gratia adalah dekorasi yang berbeda, menu yang berbeda, dan hal-hal yang belum pernah didapatkan di tempat-tempat lainnya.


Sebagai penutup, Gratia merasa sudah kebanyakan mall, “Sebenarnya kalo mau bikin mall gapapa, cuma to be waiting kalo mall yang environmentnya ada tamannya kaya CP, orang Jakarta tuh butuh taman yang terawat rus bagus, jadi lebih nikmat aja gitu pemandangan matanya jadi gak cuma bangunan-bangunan aja jadi masih ada hijau-hijaunya.” 

JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 6: TIFFANY ADNAN

Nama       :Tiffany Adnan
Usia         :20 tahun
Status      :Belum menikah
Domisili    :Jakarta Utara
Pekerjaan :Mahasiswi


Tiffany Adnan, 20 tahun, sebagai seorang mahasiswi desain interior, banyaknya tugas menjadi makanan sehari-hari baginya, perasaan takut tidak lulus, ingin lulus cepat, mempengaruhi penggunaan waktu luangnya. Bagaimana dirinya menemukan waktu luang?.
Mahasiswi semester 5 ini mengakui, semester ini menjadi semester yang lebih dirasakan santai dibanding sebelum-sebelumnya. Dapat dikatakan dirinya lebih memiliki waktu luang pada semester 5 ini. “Kalo Sabtu Minggu bisalah, sekarang bisa sampe 2 ato 3 hari.”
Di hari-hari yang kosong dalam weekdays biasanya ia isi dengan mengerjakan tugas demi memiliki weekend yang kosong tanpa tugas. Weekend baru digunakannya untuk berjalan-jalan. “Kalau weekdays temen-temenya kuliah, orang tua juga masih kerja, kalau weekend mungkin karena kebiasaan kali ya, orang biasa pergi pas weekend. Kalo weekdays macet lah, apa lah, banyak kendalanya.”

Secara umum, waktu luangnya digunakan untuk nonton, tidur, dan sebagian besar digunakan untuk beristirahat di rumah. Shopping yang difavoritkan bagi perempuan, nampaknya tidak menjadi pilihan bagi Tiffany, shopping dilakukannya sebagai kegiatan eventual saja, saat adanya hari-hari penting seperti Natal atau Sincia.

Kegiatan yang tidak disukainya untuk dilakukan di waktu luang adalah membereskan rumah, karena waktu luang lebih ingin untuk digunakan buat beristirahat.
Mengenai mall, Tiffany mengakui sebagai penduduk Jakarta dirinya juga sering pergi ke mall, “Ya bioskop aja adanya di dalem mall kan, sebenernya bosen, ya makanya pindah-pindah perginya.” Walaupun banyak mall yang pernah dikunjunginya, mall favoritnya adalah Pluit Village, Pluit Junction untuk nonton, Emporium, dan Taman Anggrek atau Citraland untuk makan bersama teman-teman kampus.

Secara kriteria,  mall yang dikunjunginya harus memiliki bioskop dan memiliki tempat makan. Uniknya, Tiffany memilih untuk tempat makan yang bukan berada di food court, tetapi memang restoran. “Kalo di food court pilihannya terlalu banyak sih, bingung mau makan apa, cari tempat duduknya juga susah, kalo di restoran kan ditanya berapa orang, trus ditunjukin jalannya.”
Namun secara pribadi, mall yang menjadi pilihannya adalah mall yang tidak ramai, alasannya agar mudah mencari parkir. Mall yang ramai tidak sampai hiruk pikuk juga menjadi pilihannya, “Kalau pas midnight sale kan parah tuh kan, jadi gak nyaman kan.”

Mahasiswi yang sangat menyukai nonton ini, memiliki pengalaman buruk, yaitu saat sedang nonton anak-anak kecil di kursi belakang menendang-nendang kursinya, “Pengen gw marahin hahaha..”. Selain itu, orang yang ngobrol saat film berlangsung juga menjadi pengalaman yang memorable, “Lagi nonton dia malah ngobrol kan betein.”

Berbicara mengenai partner dalam waktu luang, “Yang demen nonton ya sama pacar, temen-temen beda kuliah, susah ngumpulnya, temen-temen kuliah juga abis kuliah suka cape jadi langsung pulang.” Bersama pacar, selain melakukan hobi menontonnya di mall, ia juga pernah beberapa kali pergi ke kafe-kafe seperti di PIK, namun jalanan menjadi kendala, “Macet setiap malem sekarang kan.” Saat ditanya apabila PIK tidak macet, Tiffany sebenarnya lebih memilih PIK, “Kalo ga macet ya PIK sih, tapi kalo macet yaudah ke mall lagi.”

Waktu luang bersama keluarga dilakukan Tiffany dalam berbelanja, “Kalo orangnya demen belanja, hiburan lah ya, belanja bahan-bahan makanan juga. Misalnya udah mumet kerjain tugas, pergi belanja bentar, pulang, kerja tugas lagi, kaya refreshing walaupun bentar gitu.”

Waktu luang bersama teman-temannya, dirasakan lebih sulit didapatkannya. Jadwal-jadwal yang berbeda menjadi pemicu utama kesulitannya. Namun saat sudah bertemu biasanya diisi dengan ngobrol, “Biasanya di rumah temen, ada satu yang suka ngumpulin anak-anak, trus kita ngobrol aja gitu sampe malem.” Rumah menjadi pilihannya karena perihal izin dengan orang tua dan juga karena faktor jarak yang dirasakan saling berdekatan.

Mengenai waktu luang yang berhubungan dengan jadwal kuliah, dirinya pernah memiliki jadwal dengan jarak 3 jam kosong. “Ke mall, cari makan, sama yang lain, kalo gak kerjain tugas sih, soalnya banyak tugas kelompok juga, mumpung di kampus juga, jadi kaya kita kerjain tugas kelompok aja gitu, lumayan 3 jam.” Menurut Tiffany, waktu 3 jam tersebut menjadi bukan waktu luang baginya, karena sama saja ia harus mengerjakan tugas. Sehingga bagi Tiffany, waktu luang adalah, “Saat waktu santai dan tidak mengerjakan tugas, jadi bener-bener gak mau ngapa-ngapain, kalo kerja tugas jadi waktu belajar lah ya, kaya dulu kita sekolah.”

Dalam waktu luang yang panjang seperti libur semester, Tiffany mengisi waktu luangnya dengan merajut. Hal itu dilakukan karena faktor waktu kosong yang begitu panjang. Namun terkadang Tiffany juga mengisinya dengan mencari suasana baru, “Jadi kaya pengen mengunjungi tempat-tempat wisata juga kan..” Sayangnya, suasana baru tersebut ditemukannya bukan di Jakarta, namun di luar negeri.

Mengenai sosial media yang digunakan, Tiffany menggunakan Facebook untuk cari tugas, Path, dan Instagram. Tetapi karena teman-teman aktifnya di Path, maka ia juga lebih menggunakan Path dibandingkan Instagram dan Facebook. Penggunaan Path dari Tiffany lebih digunakan untuk melihat gambar-gambar tidak untuk update tempat hal iti dipicu oleh faktor privasi, “Soalnya gw jadi nyebarin informasi dong gw lagi disini nih lagi ngapain gitu, jadi kurang privacy aja sih, jadinya lu serba tahu tentang gw.”


Seperti informan-informan sebelumnya, jalanan Jakarta membuat dirinya merasa tidak fun lagi saat sampai di tempat. Pengalaman kriminal pun juga pernah dialaminya, “Pengamen aja suka galak-galak ya, ya harus jaga diri aja kalo kaya begitu.” Sebagai penutup, Tiffany menyampaikan, “Transportasi dikembangin, yaudahlah ya berenti di tempatnya aja, lebih dirapihkan juga Jakartanya.” 

JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 5: HERLINA

Nama       :Herlina
Usia         :20 tahun
Status      :Belum menikah
Domisili    :Jakarta Timur
Pekerjaan :Mahasiswi


“Waktu untuk bersantai-santai, tanpa ada beban, maksudnya pas lagi ga ada tugas, ga ada apa-apa gitu, emang lagi kosong.”

Herlina, seorang mahasiswi jurusan Akuntansi Universitas Tarumanegara, rata-rata waktu luang dihabiskannya di mall, mengapa mall menjadi pilihannya?.

Sebagai pembuka cerita, dalam waktu luangnya sehari-hari, ia menyukai nonton TV, berenang di sport club dekat rumah, dan kalau sedang di kosan dihabiskan untuk ngobrol dengan teman-temannya. Dari semua kegiatan yang dilakukan, Herlina paling menyukai mengisi waktu luangnya dengan mengobrol ,”Soalnya kalo ngobrol bisa cerita-cerita aja sama temen, saling berbagi aja, curhat kadang-kadang.” Buatnya, mengisi waktu dengan teman-teman dirasakannya lebih banyak kegiatan yang bisa dilakukan dibandingkan dengan ia sendirian, karena kalau sendirian dirasakannya lebih memicu kebosanan.

Sebagai anak kost, aktifitas dalam mengisi waktu luang dilakukannya berbeda apabila sedang berada di rumahnya yang berlokasi di Jakarta Timur. “Kalo di kosan paling pergi sama temen, makan, jalan, nonton, kalo di rumah lebih family time aja sih, sama keluarga.”
Tempatnya pun juga berbeda, aktifitas waktu luang bersama teman-temannya dilakukannya di mall, “Yang deket-deket aja sih, TA, CP.” Namun, kegiatan yang dilakukan di mall tersebut lebih bersifat straight forward, kalau ingin nonton, langsung pergi ke cinema, dan untuk makan langsung pergi ke restorannya.

Diakukinya, selain mall, Herlina tidak pernah mengunjungi tempat-tempat lainnya seperti museum, “Ya kurang tertarik aja, mungkin museum disini tempatnya kaya gak ada daya tariknya gitu, ya kalo sejarahnya sih cukup menarik, tapi kalo ke museumnya kurang daya tariknya kaya ‘yuk ke museum yuuk’ gak ada gitu.” Tambahnya, “Gw sih lebih suka ke mall ya.”

Berdomisili di Jakarta Timur, Herlina mengakui kalau dirinya jarang berpergian ke wilayah Jakarta lainnya, “Selain macet, temen juga kebanyakan juga di daerah Timur dan Barat.” Dari kondisi jalannya, Herlina mengakui membuatnya malas jalan-jalan, “Apalagi jam orang pulang kantor, pasti macet kemana-mana kadang jadi males ya pergi jauh-jauh.”  

Herlina juga membandingkan perbedaan waktu luang saat dirinya masih bersekolah dengan sekarang saat sudah kuliah, “Gw ngerasanya kuliah lebih santai, gak kaya SMA, kalo kuliah ini sibuknya cuma pas ujian aja.” Sehubungan dengan kuliah, Herlina juga mengakui dirinya pernah mencari waktu luang colongan dengan absen kuliah, “Kadang-kadang suka ambil waktu tengah-tengahnya buat makan, hmm waktu luang gak ya, itu sih curi-curi waktu kali ya.” Sehingga menurut Herlina, sebenarnya waktu luang baginya adalah saat sudah selesai melalukan aktifitasnya pada hari itu. “Ya gak harus libur juga sih, maksudnya kalo waktu luang ya abis melaksanakan aktifitasnya ya itu waktu luang buat gw.”

“Weekend selalu jadi waktu luang buat gw.”, aku Herlina. Weekend menjadi pilihan Herlina untuk melakukan family time, namun dirasakan berbeda ambience nya dibandingkan dengan spend waktu dengan teman-teman. Ia merasa lebih tenang dengan keluarga walaupun tidak bisa tertawa lepas, “Kaya di rumah aja gitu, karna gw di kosan terus ya gw mau menikmati rumah aja gitu, suasana di rumah.” Saat-saat liburan panjang menjadi pilihannya untuk stay di rumah berlama-lama, namun terkadang setelah sampai di rumah, Herlina melanjutkan waktu luangnya dengan pergi ke luar kota.
Kembali berbicara mengenai waktu luang bersama teman-teman, Herlina juga ternyata pernah ke beberapa kafe diluar mall seperti Koultura, dan di PIK. Sebenarnya, Ia juga merasa nyaman dan menikmati berada di kafe tersebut karena bersama teman-temannya, selama bersama teman-temannya ia tetap merasa fun dan seru dimanapun. Membandingkan dengan informan sebelumnya mengenai perilaku lifestyle foto-foto, Herlina mengakui, “Soalnya gw gak terlalu harus kemana foto gitu engga, yang penting kita seneng-seneng aja gitu, kadang foto-foto sih, tapi ga gitu penting buat gw. “

Mengenai tempat dan kejadian yang memorable di Jakarta, Herlina mengakui tidak ada tempat yang memorable baginya, karena menurutnya tempat yang sesuai untuk momen-momen memorable adalah tempat yang enak untuk nongkrong dan nyaman bagi dirinya dan teman-temannya.
“Biasanya disini tempatnya enak nih, trus kita dateng.”, kata-kata tersebut seringkali menarik Herlina untuk mendatangi suatu tempat yang baru, namun dirinya juga melakukan re-check untuk memastikan tempat tersebut enak. Berbicara mengenai tempat, ia mengakui kalau tempat terbuka kurang ia sukai, karena polusi udara dan kotor. Ternyata, hal itu menjadi faktor mengapa Herlina mengakui dirinya memilih mal dibandingkan tempat-tempat lainnya, apalagi jika dibandingkan untuk pergi ke tempat taman-taman terbuka misalnya.

Dalam penggunaan sosial media, Herlina dapat dikatakan banyak menggunakan sosial media. Path, Twitter, Instagram, dan Ask.FM menjadi sosial media pilihan Herlina, dan Path menjadi sosial media yang paling aktif, “Upload foto, ngerepath, trus ya liat-liat aja.” Bagi Herlina, Path digunakannya untuk update film yang sedang ditontonnya dan update tempat-tempat.
Update tempat-tempat baru dari orang lain diakui menjadi faktor untuk mengisi waktu luang, karena tempat-tempat yang ia lihat di sosial media biasanya ia kunjungi di waktu-waktu luang.


Sebagai penutup, Herlina mempunya kesan kalau fasilitas umum di Jakarta aik dari segi transportasi dan wisata, masih dirasakan kurang baik untuk mengisi waktu luang, seperti museum yang kurang menarik tadi, sehingga itulah  alasan mengapa dirinya memilih untuk berada di mall. 

JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 4: SATRIA ZEBUA

Nama        :Satria Zebua
Usia          :21 tahun
Status       :Belum Menikah
Domisili     :Jakarta Timur
Pekerjaan  : Mahasiswa


“Waktu dimana kita itu bisa melakukan sesuatu yang kita suka atau melakukan segala sesuatu yang belum selesai kita selesaikan di waktu luang, bahasa slanknya sih me time, waktu saya, waktu gua, kita ga ada kesibukan-kesibukan lain, gak akan diganggu dengan kesibukan-kesibukan lain.”

Satria Zebua, 20 tahun, sebagai seorang pelajar dengan jadwal yang padat mendefinisikan waktu luangnya sebagai kebebasan dalam memilih aktifitas yang ingin dilakukan. Apa saja aktifitas yang dilakukannya?

Seusai jadwal kuliahnya, Satria berbagi ceritanya dalam mengisi waktu luangnya. Hampir sama seperti informan-informan lainnya, Satria suka mengisi waktu luangnya dengan pergi bersama teman-temannya sekitaran Jakarta, berolahraga main futsal main basket, nonton TV di rumah atau duduk-duduk di Dunkin Donuts Matraman pakai Wifi ngopi-ngopi. Namun ada yang berbeda dengan informan lainnya, Satria tidak menyukai tidur, karena menurutnya tidur itu membuang waktunya dan lebih baik digunakan sebaik mungkin agar lebih berguna waktunya.

Berbicara tempat favorit, walaupun berdomisili di Jakarta Timur, Satria lebih memilih untuk mengisi waktu luangnya ke Kota Kasablanca atau Tebet sebagai pilihannya di Jakarta Selatan, lalu Kelapa Gading untuk destinasi kulinernya di Jakarta Utara, Puri di Jakarta Barat, dan Grand Indonesia untuk destinasi leisurenya di Jakarta Pusat. Mengapa tidak di Jakarta Timur? Karena menurutnya, kekurangan dari tempat-tempat di Jakarta Timur adalah karena dirasakannya tidak cocok dan tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi, juga tidak begitu disukai.
Alasan itu juga diperkuat karena Satria sendiri memiliki preferensi untuk tempat-tempat menghabiskan waktu luang adalah yang enak untuk duduk-duduk, nongkrong-nongkrong, dan enak untuk jalan-jalan, sehingga menurutnya tempat dengan kriteria seperti itu tidak tersedia di Jakarta Timur.

Selain itu, tempat-tempat yang tidak disukainya adalah yang udaranya panas, “Contohnya Taman Menteng karena walaupun itu taman, tapi pohon-pohonnya dikit.”, lanjut Satria.

Membandingkan dengan informan sebelumnya yang menyukai mall, Satria sendiri jujur kalau dirinya sudah bosan pergi ke mall, namun yang membuatnya tetap pergi ke mall adalah karena ada beberapa tempat yang tidak ada dipinggiran jalan,”Kaya Ron’s, itu kan cuma ada di Mall”. Tetapi secara perilaku, Satria tidak begitu suka berjalan-jalan keliling mall, kecuali memang sedang mencari sepatu atau baju.
Selain mall, ia juga menyukai pergi ke museum, dan yang paling diingat adalah museum Gajah. Plus-minus yang dirasakan adalah sejarahnya yang beragam untuk dilihat, hanya saja kurangnya perawatan pada museumnya, sehingga dirasa kurang nyaman, “Contohnya Gamelan, tapi berdebu, jadi kurang nyaman ngeliatnya”.
Untuk tempat-tempat makan dan kafe-kafe, Satria menyukai Citrus di Tebet, GoedKoop, Mangia, Sumoboo, dan daerah-daerah PIK juga disukainya. Namun, untuk waktu luang Satria lebih memilih untuk menggunakannya di kafe dibandingkan di museum, karena menurutnya waktu luang harus lebih bersifat untuk beristirahat. Sehingga kafe lebih cocok dirasakannya untuk keluar dari kesibukan-kesibukannya.

Bagi mahasiswa semester 7 ini, hal paling memorable di kafe adalah saat dirinya nembak pacar, dan juga saat ke museum, kejadiannya adalah jalan-jalan ke museum bersama sama pacar, “Memorablenya adalah kita sengaja nyari waktu yang pas untuk ke museum ini.” Namun kejadian memorable yang buruk pernah dialaminya adalah saat dalam perjalanan ke kafe ia ditabrak motor, “Yang seharusnya seneng-seneng malah jadi ngebetein gitu,….jadi kurang enak kurang lepas, saat ngobrol masih aja kepikiran sama si motor itu dan mobil ini.”

Berbicara waktu luang ‘colongan’, Satria mengisinya tergantung mood, apabila memang moodnya sedang ingin jalan-jalan maka ia langsung mengajak teman-temannya untuk pergi dan mengisi waktu luangnya. Biasanya waktu luang colongan ini dilakukannya dalam hari-hari libur kejepit.

Beralih topik ke waktu luang bersama keluarga, Sabtu Minggu menjadi hari pilihannya dalam mengisi waktu luang, pergi ke mall, makan, belanja-belanja, dan jalan-jalan. Namun pergi bersama teman-teman dan keluarga dirasakannya berbeda, kalau bersama teman-teman, Satria merasa bisa lebih gila-gilaan dan mengekspresikan diri, gak perlu jaim, pakaian gak perlu rapi, sedangkan bersama keluarga lebih dirasakan kurang bisa berekspresi ria. Bentuk ekspresi bersama teman-teman, diwujudkan dalam bentuk cerita-cerita, “Kalo pergi sama temen-temen kan pasti yang deket kan, jadi cerita-ceritanya lebih bebas gak perlu di filter.”
Selain itu, faktor pengeluaran juga dirasakan berbeda, “Kalo sama temen-temen harus lebih diperhatikan, kalo sama orang tua makan kan dibayarin.”

Secara pribadi, Satria lebih menyukai spend waktu luang dengan teman-teman dibandingkan dengan keluarga, karena dirasakannya lebih ada timbal-baliknya, dalam hal didengarkan dan mendengarkan. “Temen-temennya kan seumur juga, lebih bebas, lebih enak lebih nyaman, sama keluargnya walaupun nyaman, ayah dan ibu atau papa dan mama, kadang-kadang susah untuk mendengarkan, kita terus yang maunya mendengarkan, kita jarang didengarkan.”

Bersama teman-temannya, dapat dikatakan sudah banyak tempat-tempat yang dikunjungi dan paling enak dirasakannya di luar kota, mengeksplor kota itu, apa saja yang baru di kota itu, dan juga dirasakan bebas dan nyaman. Biasanya yang dicari adalah tempat yang enak untuk foto-foto, enak untuk makan-makan, dan suasana yang baru. “Karena di Jakarta itu bosen ya, tempatnya itu-itu aja, cari apa yang gak ada di Jakarta, dan pemandangan-pemandangan yang gak ada di Jakarta.”

Tambahnya, tempat itu harus bisa untuk foto-foto karena, “Foto-foto itu sudah bisa bikin momen, jadi memory kalo kita udah pernah kesana, dan juga jadi lifestyle anak muda.” Satria juga biasanya menyaring lagi foto-fotonya , karena baginya sosial media bisa dilihat siapapun, “Kalau tampang jelek, posenya memalukan itu gak diupload, tapi kalo yang bagus-bagus diupload pastinya.”
Sosial media yang aktif adalah Instagram dan Path dan yang tidak aktif lagi adalah Twitter dan Facebook. “Saya kurang suka curhat-curhat di depan umum, kalo misalnya mau lagi apa tulis di twitter rasanya kurang cocok gitu, kalo Facebook karena sekarang orang nulis status di Facebook gitu, mobile app nya juga males loadingnya kadang lama, yang diliat juga gak guna, karena temen-temen juga udah meninggalkan Facebook.” Secara umum, Path lebih sering digunakan, karena bisa upload momen, “Update itu kan salah satu cara untuk pamer, kalau tempatnya cocok untuk dipamerin pasti update buat dipamerin, contohnya tempat yang orang jarang dateng, atau belom pernah dateng, jadi kita wajib hukumnya update di tempat itu.” Tambahnya, “Puas aja gitu, nih gw udah kesini nih, sedangkan lu belom gitu.”

Untuk mengunjungi tempat-tempat yang baru biasanya dilakukan reviewing sebelumnya, searching dan bertanya ke teman yang update tempat tersebut supaya dipastikan untuk bisa sesuai dengan ekspektasi saat kesana. “Kalau terlalu jauh dari ekspektasi sih, gak mau lagi kesana, mending kita cari yang baru lagi.” Ambience, menjadi kepentingan utama dalam menentukan tempat-tempat nongkrongnya, “Mangia, itu tempatnya lucu gitu bagus tapi makanannya biasa aja, nah karena tempatnya bagus jadi enak gitu makanannya.”
Ambience itu juga dirasakan berbeda apabila partner perginya berbeda, “Kalau cari-cari tempat baru sih enaknya sama pacar, karna ya lebih dapet ambiencenya, pergi berdua bareng ketempat itu buat pertama kalinya, pergi ke tempat itu buat pertama kalinya, tapi kalo udah pernah dan enak buat rame-rame yang sama temen, tapi kalo enak berdua ya sama pacar, gitu.”

Berdasarkan kriteria, untuk bersama teman-temen, tempatnya harus fleksible buat yang merokok dan tidak, ramai, tempatnya luas, dan buat duduk-duduk dirasakan nyaman. Apabila sama pacar, harus private, tempatnya bebas rokok, dan nyaman untuk ngobrol-ngobrol. “Pernah, ke tempat yang rame ujung-ujungnya pindah ke tempat lain, dan biasanya cari lagi tempatnya jauh juga ayo, deket juga ayo, di tempat itu kita luangin dulu buat cari-cari tempat lainnya.”

Berbicara mengenai jalanan di Jakarta, “Jalanan Jakarta itu mempercepat waktu kematian seseorang, misalkan umurnya 50 tahun, bisa 25 tahun di jalanan, berkelana 3 KM bisa sampai 2 jam saking ganasnya, sekarang jalan di Jakarta harus hapal waktu.” Sebagai penutup harapannya, “Tempat-tempat sudah banyak udah rame, tempat-tempatnya udah itu-itu aja, buat dessert es krim aja udah ada sekitar 295 stores, jadi paling tempat-tempat baru, kalo bisa sih jalanannya dulu jadi gak macet baru, orang-orang jadi nyaman untuk jalan-jalan nemuin hal baru di Jakarta.”


JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 3: YOSELLA

Nama        : Yosella
Usia          : 21 tahun
Status       : Belum Menikah
Domisili    : Jakarta Utara
Pekerjaan : Professional Make Up Artist

“Pas emang itu bener-bener waktu untuk sendiri, itu waktu luang, waktu luang itu untuk mengisi energi, misalnya udah cape-cape, ya itu waktu luang… udah gak ada hubungannya sama kerja.”

Sebagai seorang Professional Make Up Artist, Yosella bercerita bagaimana dirinya mengisi waktu luang disela-sela kehidupannya yang berkaitan erat dengan jadwal klien-kliennya.
Hari-harinya kini berubah, Yosella dahulu yang cuek dengan penampilan kini mulai tampil dengan high fashion. Namun tak hanya penampilannya yang berubah, tetapi kehidupannya juga berubah, semenjak menjadi make up artist aktivitasnya dimulai dari subuh dan diakhiri subuh juga. Hal tersebut dijalaninya karena tuntutan untuk mengikuti jadwal dari klien-kliennya.  Apabila sedang bekerja di lokasi syuting, waktu luangnya sangat terbatas, hanya untuk makan dan bermain telepon genggam, itupun dilakukannya dengan terburu-buru.

Terlepas dari pekerjaannya di lokasi syuting, dalam sebulan Yosella menerima 3-4 kali telepon dari klien-kliennya. Disela-sela panggilan kliennya, Yosella mengisi waktunya dengan nonton DVD, baca komik, dan menikmati hari-harinya di rumah. Hal tersebut memang berdasarkan dirinya yang tertutup, kurang begitu suka bersosialisasi, dan kurang menyukai keramaian. “Kalaupun pergi sama temen-temen ya paling berdua bertiga, kalau ramai juga aku jadi cenderung tertutup.”

“Kalau pekerjaan aku make up artist aku suka browsing-browsing ngecek trend masa kini, karena itu pengaruh”. Pekerjaan juga menjadi faktor utama pemilihan kegiatan dalam mengisi waktu luang, karena secara pribadi Yosella sangat mendengarkan klien-kliennya, sehingga pengetahuan mengenai make up juga dicarinya dalam mengisi waktu luang. “Ada yang pengen make upnya tebel, ada yang pengen tipis, ya itu selera sih.”

Berdomisili di Pademangan, Jakarta Utara, tidak menutup dirinya untuk berkeliling Jakarta dalam hari-harinya termasuk dalam mengisi waktu luangnya. Tempat favoritnya adalah daerah Jakarta Pusat karena dirasakan nyaman dan sudah lengkap dalam satu tujuan. “Lebih sering ke GI sih.. ke Gramed, Chatime, yaa cari makanan yang lebih gimana gitu di restorannya, yang bukan junk food”. Bagi Yosella, GI lebih menarik dibandingkan dengan mall-mall lainnya karena dalam satu mall sudah lengkap, terdapat supermarket, makanannya banyak, fashion bajunya juga menengah keatas, dan suasananya enak. “Walaupun rame tapi ramenya bener-bener gak desak-desakan gitu”.

“Aku sih orangnya gak bertele-tele, kalo mau ke Gramed ya langsung ke Gramed, trus aku langsung mikir di rumah ga ada makanan ya aku beli makanan, aku ga suka muter-muter, kecuali sama temen”, tutur Yosella. Selain ke mall, Yosella juga pernah mengisi waktu luangnya dengan ke museum pameran lukisan karena ajakan temannya sesama make up artist. Ia ke museum, “Karena banyak mall, udah mulai bosen aja gitu, aku pernah ke mall ini – mall ini isinya sama aja gitu, kenapa gak ke kota tua gitu, aku dulu suka ke kota tua kan deket tuh”. 

Yosella mengakui selain hiburan dalam gedung, dirinya sebenarnya mengharapkan adanya hiburan outdoor berupa taman karena sekitarannya komplek perumahan tidak ada taman. Mimpinya, “Ada taman, ada kolam renang bersama gitu, itu bagus sih sebenarnya, bisa naik sepeda sekalian olahraga, it’s nice gitu loh maksudnya”.

Beralih ke kegiatan yang Yosella tidak sukai, apabila ia dikondisikan dalam hari libur, dirinya mengakui bahwa ia tidak suka untuk menerima kontak dari klien ataupun teman-temannya, “Kalau udah bener-bener cape, handphone aku matiin udah bodo amat.” Salah satu faktor utamanya adalah karena keberadaan internet yang mulai dirasakan mengganggu, mulai membuat lupa kalau diri kita perlu memiliki waktu luang. Salah satu momen ia sadar bahwa internet menggangu waktu luang saat dirinya sulit bertemu teman-temannya, namun saat bertemu teman-temannya sibuk dengan smartphone masing-masing, “Aku sempet airplane mode, tapi temen-temen sibuk upload foto, aku langsung bilang ini quality time, lu bisa upload nanti pas pulang.” Sehingga menurutnya, keberadaan internet atau social media dirasakan baik apabila digunakan untuk masing-masing, bukan untuk saat bersama-sama, karena pada akhirnya setiap individu akan kembali ‘beraktivitas’ masing-masing lagi.
Bersama teman-temannya, Yosella sering mengunjungi GI dan Central Park, dan menurutnya tempat yang enak adalah restoran untuk berkumpul bersama. Kriteria restoran yang diinginkannya adalah adanya dessert agar bisa nongkrong berlama-lama, dan juga bisa foto-foto. Dalam menentukan tempatnya, Yosella juga menggunakan the power of social media, ia melihat dulu review-review di Internet, bertanya mengenai kualitasnya.

Berbicara mengenai pengalaman dalam perjalanannya ke tempat-tempat tujuan, wanita 21 tahun ini menanggapi,

“Mengganggu banget sih, paling benci banget sama yang namanya macet”. Pengalaman buruknya dialami saat dirinya harus menghadiri photoshoot untuk majalah pada pukul 11 siang, ia sudah jalan dari jam 8.45 pagi namun, ia harus menunggu TransJakarta selama satu jam, semuanya penuh, dan jarang-jarang datangnya, alhasil ia telat 40 menit di lokasi photoshoot. “Rasanya aku mau marahin petugasnya, lu sebagai ini bisa gak sih on time, gw tau namanya macet tapi paling gak usahain gitu loh.” Sebenarnya sudah bukan hal yang aneh apabila jalanan Jakarta begitu macet, namun dirinya merasa kalau macet tersebut tidak ditanggulangi dengan baik, keberadaan transportasi umumpun juga dirasakan percuma, Yosella juga melanjutkan, “Ya karena itu, makanya aku jadi orang rumahan.”
Jujurnya, menurut Yosella pribadi Jakarta sudah tidak menyimpan pengalaman memorable. Menurutnya, pengalaman yang memorable lebih cocok di tempat-tempat yang tenang dan tempat itu tidak ada di Jakarta. “Jakarta gak mungkin bisa kaya gitu”, tambahnya. Namun, ia juga menambahkan, kalau pengalaman buruk lebih ia alami di jalanan, bukan di suatu tempat, “Abis kerja cape, harapannya pulang cepet tapi ternyata macet, ya itu juga bisa dibilang memorable yang buruk sih.”

Berbicara mengenai waktu luang, menurut dirinya dalam satu hari harus ada waktu luang, namun itu kembali lagi ke pribadi masing-masing, bagaimana orang itu memilih waktu luangnya. “Contohnya orang clubbing, dia pulang kerja, mandi, langsung pergi, walaupun saat pulang dia cape, tapi dia seneng, kan waktu luang untuk mencari kesenangan”.

Tetapi salah satu pengalaman membuat dirinya tidak memiliki waktu luang dalam satu minggu full, Yosella harus kerja di lokasi syuting dari subuh sampai subuh lagi, hal itu diantisipasinya dengan mengosongkan waktunya pada satu minggu berikutnya. Namun ia juga menekankan kalau dirinya, juga terkadang menjadi workaholic karena ia bekerja dalam bidang yang ia sukai. “Bisa dikatakan waktu kerja juga waktu luang, karena aku memilih jalan ini, ibaratnya kalo kerja aku gak stress, jadi enjoy, kadang aku kasian kalo liat orang kerja karena tuntutan gitu”.

Sebagai penutup, Yosella berharap macet itu bisa dikurangi, “Karena macet itu pengaruh saat sudah sampai ke tempat tujuan dari yang awalnya ingin makan sampai akhirnya lebih ingin cepat-cepat pulang karena merasa capek, makanya karena masyarakat kini sudah mulai beralih ke kendaraan umum TransJakarta, nanti juga ada monorail, aku sih jujur menanti itu banget.”