Monday, September 29, 2014

JAKARTA REPOSE PROJECT - MAN OF LEISURE 4: SATRIA ZEBUA

Nama        :Satria Zebua
Usia          :21 tahun
Status       :Belum Menikah
Domisili     :Jakarta Timur
Pekerjaan  : Mahasiswa


“Waktu dimana kita itu bisa melakukan sesuatu yang kita suka atau melakukan segala sesuatu yang belum selesai kita selesaikan di waktu luang, bahasa slanknya sih me time, waktu saya, waktu gua, kita ga ada kesibukan-kesibukan lain, gak akan diganggu dengan kesibukan-kesibukan lain.”

Satria Zebua, 20 tahun, sebagai seorang pelajar dengan jadwal yang padat mendefinisikan waktu luangnya sebagai kebebasan dalam memilih aktifitas yang ingin dilakukan. Apa saja aktifitas yang dilakukannya?

Seusai jadwal kuliahnya, Satria berbagi ceritanya dalam mengisi waktu luangnya. Hampir sama seperti informan-informan lainnya, Satria suka mengisi waktu luangnya dengan pergi bersama teman-temannya sekitaran Jakarta, berolahraga main futsal main basket, nonton TV di rumah atau duduk-duduk di Dunkin Donuts Matraman pakai Wifi ngopi-ngopi. Namun ada yang berbeda dengan informan lainnya, Satria tidak menyukai tidur, karena menurutnya tidur itu membuang waktunya dan lebih baik digunakan sebaik mungkin agar lebih berguna waktunya.

Berbicara tempat favorit, walaupun berdomisili di Jakarta Timur, Satria lebih memilih untuk mengisi waktu luangnya ke Kota Kasablanca atau Tebet sebagai pilihannya di Jakarta Selatan, lalu Kelapa Gading untuk destinasi kulinernya di Jakarta Utara, Puri di Jakarta Barat, dan Grand Indonesia untuk destinasi leisurenya di Jakarta Pusat. Mengapa tidak di Jakarta Timur? Karena menurutnya, kekurangan dari tempat-tempat di Jakarta Timur adalah karena dirasakannya tidak cocok dan tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi, juga tidak begitu disukai.
Alasan itu juga diperkuat karena Satria sendiri memiliki preferensi untuk tempat-tempat menghabiskan waktu luang adalah yang enak untuk duduk-duduk, nongkrong-nongkrong, dan enak untuk jalan-jalan, sehingga menurutnya tempat dengan kriteria seperti itu tidak tersedia di Jakarta Timur.

Selain itu, tempat-tempat yang tidak disukainya adalah yang udaranya panas, “Contohnya Taman Menteng karena walaupun itu taman, tapi pohon-pohonnya dikit.”, lanjut Satria.

Membandingkan dengan informan sebelumnya yang menyukai mall, Satria sendiri jujur kalau dirinya sudah bosan pergi ke mall, namun yang membuatnya tetap pergi ke mall adalah karena ada beberapa tempat yang tidak ada dipinggiran jalan,”Kaya Ron’s, itu kan cuma ada di Mall”. Tetapi secara perilaku, Satria tidak begitu suka berjalan-jalan keliling mall, kecuali memang sedang mencari sepatu atau baju.
Selain mall, ia juga menyukai pergi ke museum, dan yang paling diingat adalah museum Gajah. Plus-minus yang dirasakan adalah sejarahnya yang beragam untuk dilihat, hanya saja kurangnya perawatan pada museumnya, sehingga dirasa kurang nyaman, “Contohnya Gamelan, tapi berdebu, jadi kurang nyaman ngeliatnya”.
Untuk tempat-tempat makan dan kafe-kafe, Satria menyukai Citrus di Tebet, GoedKoop, Mangia, Sumoboo, dan daerah-daerah PIK juga disukainya. Namun, untuk waktu luang Satria lebih memilih untuk menggunakannya di kafe dibandingkan di museum, karena menurutnya waktu luang harus lebih bersifat untuk beristirahat. Sehingga kafe lebih cocok dirasakannya untuk keluar dari kesibukan-kesibukannya.

Bagi mahasiswa semester 7 ini, hal paling memorable di kafe adalah saat dirinya nembak pacar, dan juga saat ke museum, kejadiannya adalah jalan-jalan ke museum bersama sama pacar, “Memorablenya adalah kita sengaja nyari waktu yang pas untuk ke museum ini.” Namun kejadian memorable yang buruk pernah dialaminya adalah saat dalam perjalanan ke kafe ia ditabrak motor, “Yang seharusnya seneng-seneng malah jadi ngebetein gitu,….jadi kurang enak kurang lepas, saat ngobrol masih aja kepikiran sama si motor itu dan mobil ini.”

Berbicara waktu luang ‘colongan’, Satria mengisinya tergantung mood, apabila memang moodnya sedang ingin jalan-jalan maka ia langsung mengajak teman-temannya untuk pergi dan mengisi waktu luangnya. Biasanya waktu luang colongan ini dilakukannya dalam hari-hari libur kejepit.

Beralih topik ke waktu luang bersama keluarga, Sabtu Minggu menjadi hari pilihannya dalam mengisi waktu luang, pergi ke mall, makan, belanja-belanja, dan jalan-jalan. Namun pergi bersama teman-teman dan keluarga dirasakannya berbeda, kalau bersama teman-teman, Satria merasa bisa lebih gila-gilaan dan mengekspresikan diri, gak perlu jaim, pakaian gak perlu rapi, sedangkan bersama keluarga lebih dirasakan kurang bisa berekspresi ria. Bentuk ekspresi bersama teman-teman, diwujudkan dalam bentuk cerita-cerita, “Kalo pergi sama temen-temen kan pasti yang deket kan, jadi cerita-ceritanya lebih bebas gak perlu di filter.”
Selain itu, faktor pengeluaran juga dirasakan berbeda, “Kalo sama temen-temen harus lebih diperhatikan, kalo sama orang tua makan kan dibayarin.”

Secara pribadi, Satria lebih menyukai spend waktu luang dengan teman-teman dibandingkan dengan keluarga, karena dirasakannya lebih ada timbal-baliknya, dalam hal didengarkan dan mendengarkan. “Temen-temennya kan seumur juga, lebih bebas, lebih enak lebih nyaman, sama keluargnya walaupun nyaman, ayah dan ibu atau papa dan mama, kadang-kadang susah untuk mendengarkan, kita terus yang maunya mendengarkan, kita jarang didengarkan.”

Bersama teman-temannya, dapat dikatakan sudah banyak tempat-tempat yang dikunjungi dan paling enak dirasakannya di luar kota, mengeksplor kota itu, apa saja yang baru di kota itu, dan juga dirasakan bebas dan nyaman. Biasanya yang dicari adalah tempat yang enak untuk foto-foto, enak untuk makan-makan, dan suasana yang baru. “Karena di Jakarta itu bosen ya, tempatnya itu-itu aja, cari apa yang gak ada di Jakarta, dan pemandangan-pemandangan yang gak ada di Jakarta.”

Tambahnya, tempat itu harus bisa untuk foto-foto karena, “Foto-foto itu sudah bisa bikin momen, jadi memory kalo kita udah pernah kesana, dan juga jadi lifestyle anak muda.” Satria juga biasanya menyaring lagi foto-fotonya , karena baginya sosial media bisa dilihat siapapun, “Kalau tampang jelek, posenya memalukan itu gak diupload, tapi kalo yang bagus-bagus diupload pastinya.”
Sosial media yang aktif adalah Instagram dan Path dan yang tidak aktif lagi adalah Twitter dan Facebook. “Saya kurang suka curhat-curhat di depan umum, kalo misalnya mau lagi apa tulis di twitter rasanya kurang cocok gitu, kalo Facebook karena sekarang orang nulis status di Facebook gitu, mobile app nya juga males loadingnya kadang lama, yang diliat juga gak guna, karena temen-temen juga udah meninggalkan Facebook.” Secara umum, Path lebih sering digunakan, karena bisa upload momen, “Update itu kan salah satu cara untuk pamer, kalau tempatnya cocok untuk dipamerin pasti update buat dipamerin, contohnya tempat yang orang jarang dateng, atau belom pernah dateng, jadi kita wajib hukumnya update di tempat itu.” Tambahnya, “Puas aja gitu, nih gw udah kesini nih, sedangkan lu belom gitu.”

Untuk mengunjungi tempat-tempat yang baru biasanya dilakukan reviewing sebelumnya, searching dan bertanya ke teman yang update tempat tersebut supaya dipastikan untuk bisa sesuai dengan ekspektasi saat kesana. “Kalau terlalu jauh dari ekspektasi sih, gak mau lagi kesana, mending kita cari yang baru lagi.” Ambience, menjadi kepentingan utama dalam menentukan tempat-tempat nongkrongnya, “Mangia, itu tempatnya lucu gitu bagus tapi makanannya biasa aja, nah karena tempatnya bagus jadi enak gitu makanannya.”
Ambience itu juga dirasakan berbeda apabila partner perginya berbeda, “Kalau cari-cari tempat baru sih enaknya sama pacar, karna ya lebih dapet ambiencenya, pergi berdua bareng ketempat itu buat pertama kalinya, pergi ke tempat itu buat pertama kalinya, tapi kalo udah pernah dan enak buat rame-rame yang sama temen, tapi kalo enak berdua ya sama pacar, gitu.”

Berdasarkan kriteria, untuk bersama teman-temen, tempatnya harus fleksible buat yang merokok dan tidak, ramai, tempatnya luas, dan buat duduk-duduk dirasakan nyaman. Apabila sama pacar, harus private, tempatnya bebas rokok, dan nyaman untuk ngobrol-ngobrol. “Pernah, ke tempat yang rame ujung-ujungnya pindah ke tempat lain, dan biasanya cari lagi tempatnya jauh juga ayo, deket juga ayo, di tempat itu kita luangin dulu buat cari-cari tempat lainnya.”

Berbicara mengenai jalanan di Jakarta, “Jalanan Jakarta itu mempercepat waktu kematian seseorang, misalkan umurnya 50 tahun, bisa 25 tahun di jalanan, berkelana 3 KM bisa sampai 2 jam saking ganasnya, sekarang jalan di Jakarta harus hapal waktu.” Sebagai penutup harapannya, “Tempat-tempat sudah banyak udah rame, tempat-tempatnya udah itu-itu aja, buat dessert es krim aja udah ada sekitar 295 stores, jadi paling tempat-tempat baru, kalo bisa sih jalanannya dulu jadi gak macet baru, orang-orang jadi nyaman untuk jalan-jalan nemuin hal baru di Jakarta.”


No comments:

Post a Comment